Dan kini kita berhasil menaklukan jarak.
Segala sesuatu yang terpisahkan jarak tak jarang menjadi sekat dalam hubungan. Semakin jauh, rindu semakin merasuk kala raga tak bisa menjumpai satu sama lain. Namun, Praga dan Iasha menjadikan pengalaman itu kisah yang berakhir dengan indah.
Di kala mereka memulai semuanya, cerita lebih banyak diukir dalam jarak jauh. Praga yang merajut hidup di negeri seberang, sedang Iasha masih menempati diri di tanah air. Akan tetapi, jika rasa terlanjur terlalu kuat, komunikasi mampu memperhalus jalan yang dilewati, dan semesta membuka pintu-pintu bagi mereka, dua hati akan tetap menjadi satu. Maka Praga pun menjemput kembali Iasha di tanah air untuk memulai semuanya. Tanpa enggan melepas jati dirinya, Praga sepakat dengan Iasha untuk memberikan sedikit sentuhan etnis negeri khatulistiwa ini dalam pengabadian kebersamaan mereka dari balik lensa.
Hari itu, mereka menghabisi putaran waktu bersama. Mencipta potret-potret yang akan mereka kenang sepanjang masa nanti, yang terasa hangat dengan mereka yang saling tatap, yang terasa erat dengan mereka yang saling berada dalam dekap, yang terasa hidup dengan mereka yang saling tertawa dan menari-nari.
Hal itu selaras dan tak lepas dari kesan kontemporer, sebagaimana Iasha yang dalam balutan busana daerah nan modern menggerakkan kakinya dalam irama yang bebas. Berputar-putar tanpa ragu akan kembali pada pelukan Praga.
Meski kala itu, hawa panas siap berseteru, mereka seakan tak peduli karena sejuklah yang mereka dapati di saat terduduk berdampingan. Kebersamaan yang dipenuhi canda dan tingkah usil terhadap satu sama lain seolah menyatakan bahwa panas bukanlah tandingan yang setara bagi Praga dan Iasha yang pernah menghalau lawan yang lebih hebat. Kini, berdua, mereka berhasil menaklukan jarak. Menjadikan satu sama lain sedekat nadi.