


Apapun yang terjadi, setia pada janji.
Setengah windu lamanya mereka lewati bersama, sampai akhirnya Barry mengutarakan inginnya ke jenjang yang lebih serius dengan Adinda. Tambah sekian tahun lagi hingga niat itu dapat diwujudkan di hadapan keluarga dan sahabat mereka. Tapi satu yang pasti dalam ikatan kasih yang selama ini mereka miliki ialah, tak pernah lepas dari restu Yang Maha Kuasa. Maka tibalah mereka di sini, di titik yang sesuai dengan kehendakNya.
Untuk mengenang dan mengabadikan momen menyambut itu semua, Barry dan Adinda menilik bangunan tua yang kosong di salah satu sudut ibukota sebagai tempat untuk mereka berekspresi. Bagai reruntuhan yang sepi, begitulah adanya diri mereka masing-masing di awalnya. Sendiri, berjalan seorang diri di dalam rumitnya dunia, melangkah di antara keriuhan semesta. Namun, di sana Pencipta bolehkan mereka bertemu.
Bukan suatu perjalanan yang mulus, adakalanya mereka berbagi argumen dan amarah. Akan tetapi, dalam diri satu sama lain juga mereka menemukan tenang dan sukacita. Bahagia yang penuh kehangatan. Tawa dan canda, bahkan pelukan dan tarian yang mereka lakukan menghidupi ruang kosong itu. Nuansa kelabu di tempat itu pun berubah menjadi teduh. Diiringi dengan pewarnaan yang menghiasi ruang itu, pada pakaian mereka, pada rangkaian bunga liar, dan pada tatap mata mereka yang beradu cahaya jelang senja.
Perjalanan kasih mereka bagai pelayaran yang ditemani naunganNya, sehingga badai dan ombak yang datang dan pergi mampu mereka arungi bersama-sama. Hingga akhirnya mereka menjatuhkan pilihan pada satu sama lain, mereka tahu mereka telah berlabuh pada satu ikrar yang sama, pada pewujudan doa yang seia-sekata, dan pada kebijaksanaan yang selaras dengan anugerah-Nya.
Maka menyambut hari-hari mendatang, sebagaimana mereka tuliskan bersama, kini mereka yakin apapun yang terjadi, keduanya akan setia pada janji di hadapan satu sama lain dan diriNya.