






Lahir dari jiwa, menikam sanubari.
Dalam suatu budaya yang erat dengan kasih, dua sejoli terikat janji yang pasti. Fian dan Exa memutuskan untuk menorehkan sentuhan itu saat hendak mengabadikan kisah romansa mereka.
Perjumpaan Exa dengan Fian seolah melengkapi dirinya yang turut serta menikmati petualangan luar ruang. Tak jarang juga mereka berbagi waktu untuk mencicipi lezat rasa dan aroma dalam santap bersama. Hingga pada akhirnya, mereka akhirnya sepakat untuk meneruskan ikatan setia lebih dalam.
Seakan tak ingin lepas dari ikatan sejarah, mereka menyusun segalanya dalam satu konsep yang indah dalam bayangan untuk diwujudkan dan disimpan seiring waktu berjalan. Kekaguman Exa akan setiap unsur yang kental dengan cerita tanah Jawa masa lampau, menjadikan ia sangat rinci akan hal-hal yang akan menghiasi busana yang kelak membalut tubuhnya dan Fian.
Terinspirasi dari suatu film, mereka pun mengingini gambar hidup dan potret mereka sendiri berlatar-belakang titik-titik keindahan tersembunyi kota Yogyakarta. Bermula di tempat luas yang senyap, Fian dan Exa membawa serta dua hewan berpelana itu untuk menemani kebersamaan mereka. Hanya beriring gemericik air menari, mereka menyusuri tepi Waduk Sermo dalam tawa yang ringan. Bersama kuda-kudanya, mereka seakan menghadiri kembali sentuhan budaya zaman dahulu kala.
Mengingat keduanya lekat dengan tantangan, mereka pun menjadikan Gumuk Pasir satu tempat mewujudkan itu. Di antara hembus angin kencang dan juga pasir-pasir yang terbang bebas, Fian dan Exa melukiskan pasangan Jawa yang memegang erat histori. Ada kunci gombyok yang digenggam erat oleh Exa, menghadirkan kembali tanda kekuasaan ratu pada masa Mataram Islam. Berdua mereka tetap berdiri tegak meski badai menghadang, saling bertaut kuat untuk mewujudkan setia.
Sebelum menutup hari, Fian yang begitu mengagumi elok paras Exa, turut berdansa bersamanya di tepi Pantai dan Exa menikmati senandung itu. Berlatar warna semburat jingga di langit sana, yang menjadikan gelap bayang mereka indah, keduanya memainkan tokoh Rama dan Shinta. Seolah itulah simbol budaya kasih dan setia yang lahir dari jiwa masing-masing, menikam sanubari, dan menjadikan mereka kelak abadi bagi satu sama lain.
Musik Kredit: Fadlasyah Rifqy – Asmaradana by Adam Putra