





Kaulah tempat yang selalu kutuju untuk kembali pulang
Alasannya sederhana, untuk akhirnya Jun dan Della memilih Pulau Dewata sebagai tempat pengabadian kebersamaan mereka, yaitu menikmati indah alamnya dalam ketenangan.
Sebagaimana keduanya adalah pribadi yang tenang, Jun dan Della menjalani hari itu tanpa keluh kesah. Meski semesta sepertinya enggan berpihak pada mereka kala itu, tapi mereka tetap melewati waktu dengan tentram teduh dalam genggam satu sama lain.
Gerimis pagi itu tak meluruhkan gelora mereka untuk menjadikan setiap momen indah adanya. Berada di antara deras air terjun dan gemericik aliran sungai yang jauh dari keramaian kota menjadikan suasana terasa begitu erat dan mesra. Mereka berdua menepi, saling menautkan harap dari teduh yang didapati dalam hati satu sama lain.
Sinar mentari akhirnya menembus awan. Cerah yang beriring nyanyian burung pun melengkapi indah hari itu di kala keduanya memilih beristirahat sejenak di rumah kayu yang jauh di pinggir kota. Jun dan Della, yang kini berbalut pakaian etnik-modern, singgah di tempat yang berdiri kukuh itu seolah menapaki hari-hari yang akan dijumpainya nanti.
Dan sebelum senja menjemput, mereka beranjak ke pesisir pantai. Menikmati udara angin laut dan deru ombak sambil bermain-main dan berlarian di atas pasir hitam. Petang kala itu berawan, mentari kembali bersembunyi, namun air wajah mereka tetap memancarkan sinar kebahagiaan seolah mendung tak ada artinya selama mereka ada di sisi satu sama lain.
Di tepi pantai itu pula, mereka mengumpulkan sejumlah bebatuan, menyusunnya di atas pasir. Satu per satu diletakkan membentuk menara kecil. Ibarat membangun rumah yang kelak akan mereka hidupi, susunan batu itu menunjukkan bagaimana Jun dan Della akan saling berbagi masa depan yang didirikan dengan penuh kesabaran dan kepekaan. Bersama, mereka menjadi tumpuan bagi satu sama lain, menjadi tempat yang nyaman dan aman, yang kuat dan utuh, yang selalu dituju di penghujung hari. Tempat untuk kembali pulang, hati yang selayaknya rumah.